Muhammadiyah Respons: Akui Israel Jika Palestina Merdeka
Muhammadiyah Respons: Akui Israel Jika Palestina Merdeka

Muhammadiyah Respons: Akui Israel Jika Palestina Merdeka

Muhammadiyah Respons: Akui Israel Jika Palestina Merdeka

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Muhammadiyah Respons: Akui Israel Jika Palestina Merdeka
Muhammadiyah Respons: Akui Israel Jika Palestina Merdeka

Muhammadiyah Respons sikap tegas menyikapi perdebatan seputar pengakuan terhadap negara Israel. Dalam konferensi pers pada 1 Juni 2025 di Jakarta, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyampaikan bahwa organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia tersebut hanya akan mendukung pengakuan terhadap Israel jika Palestina telah merdeka secara penuh dan berdaulat. Sikap ini sekaligus menjadi respons atas berkembangnya wacana diplomasi baru di kawasan Timur Tengah.

“Kami memandang bahwa keadilan harus menjadi prinsip utama dalam diplomasi internasional. Pengakuan terhadap Israel dapat dipertimbangkan bila Palestina sudah menikmati kemerdekaan yang sah, baik secara de facto maupun de jure, sesuai resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa,” ujar Haedar. Ia menambahkan bahwa Muhammadiyah menempatkan isu Palestina sebagai persoalan kemanusiaan, hak asasi manusia, dan perjuangan antikolonialisme.

Pernyataan Muhammadiyah ini muncul di tengah pergeseran geopolitik dunia Arab, di mana sejumlah negara seperti Arab Saudi dan Indonesia mulai dibicarakan sebagai calon negara berikutnya yang akan menjalin hubungan diplomatik resmi dengan Israel. Namun Muhammadiyah menilai bahwa pengakuan tersebut tidak boleh terjadi tanpa adanya pemenuhan hak rakyat Palestina terlebih dahulu.

Haedar menjelaskan bahwa Muhammadiyah sejak lama konsisten mendukung kemerdekaan Palestina. Dukungan itu tidak semata-mata didasarkan pada alasan agama, tetapi juga karena prinsip moral global. “Ini bukan soal Islam dan Yahudi, tetapi tentang penindasan dan kemerdekaan. Ketika sebuah bangsa dijajah dan ditindas, maka berdiri di sisi yang lemah adalah kewajiban moral,” ujarnya.

Muhammadiyah Respons, berharap seluruh komponen bangsa—baik pemerintah, organisasi masyarakat, maupun individu—dapat bersatu dalam satu sikap: tidak mengakui Israel selama Palestina belum merdeka. Muhammadiyah juga menegaskan bahwa perjuangan diplomatik untuk Palestina harus diperkuat, termasuk melalui jalur pendidikan, media, dan bantuan kemanusiaan.

Palestina Di Mata Muhammadiyah: Antara Agama Dan Kemanusiaan

Palestina Di Mata Muhammadiyah: Antara Agama Dan Kemanusiaan telah menjadikan solidaritas terhadap rakyat Palestina sebagai bagian dari perjuangan moral dan keumatan. Dalam sejarahnya, organisasi ini tidak hanya menyalurkan bantuan kemanusiaan, tetapi juga aktif dalam diplomasi publik, pendidikan, dan penyebaran informasi seputar isu Palestina. Pandangan Muhammadiyah tentang Palestina sangat erat dengan nilai-nilai keadilan sosial, kebebasan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Menurut Ketua Majelis Hubungan dan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah, Muhyiddin Junaidi, persoalan Palestina bukan hanya soal konflik agama atau geopolitik, tetapi soal nilai dasar kemanusiaan yang universal. “Ketika satu bangsa dikepung, diusir dari tanahnya sendiri, dan hidup dalam keterbatasan akibat pendudukan, maka kita tidak bisa tinggal diam,” katanya.

Muhammadiyah juga menganggap Palestina sebagai simbol ketidakadilan global. Perjuangan rakyat Palestina mencerminkan bagaimana hukum internasional sering diabaikan oleh negara-negara kuat demi kepentingan politik dan ekonomi. “Apa yang terjadi di Gaza dan Tepi Barat selama puluhan tahun merupakan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional, tapi dunia seolah-olah bungkam,” ujar Muhyiddin.

Selain aksi nyata, Muhammadiyah juga konsisten mengedukasi masyarakat Indonesia tentang pentingnya memahami konteks sejarah konflik Palestina-Israel. Lembaga-lembaga pendidikan di bawah naungan Muhammadiyah secara rutin mengadakan diskusi, seminar, dan kegiatan kesadaran sosial mengenai isu ini. Hal ini bertujuan agar dukungan terhadap Palestina tidak bersifat emosional sesaat, melainkan berbasis pengetahuan dan nilai.

Lebih dari itu, Muhammadiyah juga mendorong umat Islam untuk tidak jatuh dalam jebakan kebencian terhadap agama tertentu. Haedar Nashir menekankan bahwa perjuangan membela Palestina harus tetap menjunjung tinggi nilai toleransi antarumat beragama. “Kita melawan kezaliman, bukan memusuhi agama. Ini penting agar perjuangan kita tidak diselewengkan menjadi permusuhan sektarian,” tegasnya.

Respons Terhadap Normalisasi: Muhammadiyah Respons Kewaspadaan

Respons Terhadap Normalisasi: Muhammadiyah Respons Kewaspadaan antara sejumlah negara Arab dengan Israel sejak 2020, yang dikenal sebagai Abraham Accords, telah memicu diskusi global termasuk di Indonesia. Muhammadiyah melihat langkah tersebut sebagai bagian dari realpolitik kawasan, namun tetap menyoroti bahwa pengabaian terhadap nasib Palestina dalam proses itu sangat disayangkan.

Muhammadiyah menilai normalisasi yang tidak disertai dengan syarat-syarat perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak rakyat Palestina berisiko memperpanjang penderitaan mereka. “Kami memahami dinamika diplomatik, tapi bila hak-hak rakyat Palestina diabaikan, maka itu bukan perdamaian sejati,” ujar Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah.

Menurutnya, Indonesia sebagai negara besar dan demokratis di Asia Tenggara seharusnya mengambil posisi sebagai penyeimbang dan suara moral dalam konstelasi global. Dalam hal ini, pengakuan terhadap Israel tidak seharusnya dilakukan selama masih ada pendudukan wilayah dan pelanggaran HAM terhadap warga Palestina. “Kita tidak bisa mengorbankan prinsip demi pragmatisme jangka pendek,” katanya.

Muhammadiyah juga mengingatkan bahwa langkah normalisasi seperti yang dilakukan Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko tidak selalu mencerminkan aspirasi rakyatnya. Banyak masyarakat sipil di negara-negara tersebut tetap mendukung perjuangan Palestina. Oleh karena itu, Muhammadiyah mendesak agar Indonesia tidak terburu-buru mengikuti arus normalisasi sebelum ada solusi adil dan komprehensif bagi Palestina.

Pentingnya diplomasi etis juga menjadi catatan utama Muhammadiyah. Dalam beberapa kesempatan, Haedar Nashir menyatakan bahwa diplomasi Indonesia tidak boleh mengabaikan prinsip moral yang selama ini menjadi landasan utama politik luar negeri bangsa: membela kebenaran dan keadilan. “Kami tidak menolak hubungan dengan Israel sebagai konsep, tapi itu harus didasarkan pada keadilan yang sejati,” ujarnya.

Jalan Diplomasi Dan Solusi Dua Negara: Muhammadiyah Dorong Keterlibatan Aktif Indonesia

Jalan Diplomasi Dan Solusi Dua Negara: Muhammadiyah Dorong Keterlibatan Aktif Indonesia mendukung solusi dua negara sebagai satu-satunya pendekatan realistis untuk mengakhiri konflik panjang Palestina-Israel. Solusi ini mengacu pada pembentukan negara Palestina yang merdeka dan hidup berdampingan secara damai dengan Israel. Namun Muhammadiyah menekankan bahwa implementasi solusi dua negara tidak boleh menjadi sekadar wacana politik, melainkan harus diwujudkan melalui proses diplomatik yang serius.

Dalam hal ini, Muhammadiyah menyerukan peran aktif pemerintah Indonesia. Sebagai mediator netral yang memiliki kredibilitas di mata dunia Islam dan komunitas internasional. “Indonesia bisa memainkan peran penting sebagai penyeimbang antara kekuatan besar dan negara-negara berkembang,” kata Muhyiddin Junaidi. Ia menambahkan bahwa Indonesia bisa mendorong dialog yang jujur dan setara melalui forum-forum internasional seperti OKI dan G20.

Muhammadiyah juga menyarankan agar Indonesia menggandeng negara-negara nonblok. Untuk membangun koalisi baru yang mendukung kemerdekaan Palestina tanpa terjebak dalam polarisasi geopolitik. Langkah ini dinilai dapat menekan Israel agar bersedia membuka jalur negosiasi yang lebih adil dan tidak sepihak. “Kekuatan moral dunia harus bersatu. Palestina tidak boleh dilupakan,” ujar Haedar Nashir.

Di sisi lain, Muhammadiyah mengajak umat Islam Indonesia untuk lebih aktif dalam diplomasi masyarakat sipil. Menurut mereka, diplomasi tidak hanya milik pemerintah, tapi juga bisa dijalankan oleh lembaga pendidikan. Organisasi pemuda, tokoh agama, dan komunitas internasional. Muhammadiyah sendiri telah mengirim delegasi ke berbagai konferensi internasional guna membahas solusi damai dan keadilan bagi Palestina.

Dengan demikian, sikap Muhammadiyah bukanlah bentuk penolakan absolut terhadap Israel, tetapi penegasan bahwa keadilan adalah syarat utama. Tanpa kemerdekaan Palestina, maka pengakuan terhadap Israel hanya akan memperkuat ketimpangan yang ada. Bagi Muhammadiyah, perjuangan ini belum usai—dan akan terus dilanjutkan melalui jalur diplomasi, pendidikan, dan aksi kemanusiaan dari Muhammadiyah Respons.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait