NEWS
Indonesia Deportasi Dua Tersangka Teroris ISIS Ke India
Indonesia Deportasi Dua Tersangka Teroris ISIS Ke India

Indonesia Deportasi Dua Tersangka warga negara India yang diduga kuat terafiliasi dengan kelompok teroris ISIS berhasil diamankan oleh aparat keamanan Indonesia di wilayah Aceh pada awal Mei 2025. Keduanya ditangkap dalam operasi gabungan antara Densus 88 Antiteror Polri, Imigrasi, serta Badan Intelijen Negara (BIN), setelah berada di Indonesia selama lebih dari tiga bulan dengan status overstay.
Penangkapan ini bermula dari laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan dua pria asing di salah satu rumah kontrakan di Banda Aceh. Setelah dilakukan penyelidikan intensif, diketahui bahwa kedua individu tersebut masuk ke Indonesia secara ilegal melalui jalur laut dari Malaysia. Mereka menggunakan identitas palsu dan tidak melaporkan keberadaan mereka kepada pihak berwenang.
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, mengungkapkan bahwa kedua tersangka, berinisial AM (34) dan HF (29), masuk dalam daftar buronan Interpol yang dikeluarkan oleh pemerintah India sejak 2023. Mereka diduga merupakan bagian dari sel pendanaan dan propaganda ISIS Asia Selatan yang menyebarkan narasi ekstremis melalui platform digital.
“Berdasarkan hasil penyidikan awal, keduanya memiliki latar belakang pendidikan teknologi informasi dan aktif menyebarkan konten radikal di beberapa forum online tertutup. Salah satu dari mereka juga diduga terlibat dalam perekrutan warga India untuk dikirim ke Suriah pada 2018,” ujar Irjen Sandi.
Selama di Aceh, kedua tersangka menggunakan fasilitas internet publik secara bergantian dan berpindah-pindah tempat tinggal untuk menghindari pelacakan. Mereka diketahui tidak memiliki pekerjaan tetap dan mengandalkan dukungan dari simpatisan jaringan ISIS di luar negeri.
Indonesia Deportasi Dua Tersangka langsung dibawa ke Jakarta dan ditempatkan di rumah detensi imigrasi dalam pengawasan ketat. Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa tidak ada rencana untuk memproses hukum di Indonesia, karena seluruh aktivitas mereka berpusat di luar negeri dan tidak menimbulkan kerugian langsung di tanah air.
Proses Indonesia Deportasi Dua Tersangka: Kerja Sama Keamanan Indonesia-India Semakin Solid
Proses Indonesia Deportasi Dua Tersangka: Kerja Sama Keamanan Indonesia-India Semakin Solid ini menjadi bukti nyata dari kerja sama erat antara Indonesia dan India dalam pemberantasan terorisme lintas batas. Setelah melalui proses hukum administrasi keimigrasian dan verifikasi identitas, pemerintah Indonesia secara resmi mendeportasi AM dan HF ke India pada 19 Mei 2025 melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim, mengatakan bahwa proses deportasi dilakukan sesuai dengan prosedur hukum internasional, termasuk prinsip non-refoulement yang memastikan tidak ada pelanggaran terhadap hak asasi manusia. “Kami telah bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri, Polri, dan Kedutaan Besar India untuk memastikan bahwa proses ini berjalan sesuai standar internasional,” ujarnya.
Pemerintah India sendiri menyambut baik keputusan Indonesia dan langsung mengirimkan tim dari National Investigation Agency (NIA) ke Jakarta untuk menjemput kedua tersangka. Penjemputan dilakukan dengan pengamanan ketat, mengingat keduanya termasuk dalam kategori high-profile terrorism suspects.
Deportasi ini juga menjadi momentum penting bagi kedua negara untuk memperkuat nota kesepahaman (MoU) dalam bidang kontra-terorisme. Dalam beberapa tahun terakhir, India dan Indonesia telah menjalin kerja sama strategis melalui forum regional seperti ASEAN-India dan East Asia Summit. Fokus kerja sama mencakup pertukaran data intelijen, pelatihan kontra-radikalisasi, serta pemantauan aktivitas digital kelompok radikal.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa Indonesia tetap berkomitmen dalam mendukung stabilitas keamanan kawasan, termasuk menangani ancaman terorisme global. “Deportasi ini bukan hanya urusan imigrasi, tetapi bagian dari tanggung jawab Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi perdamaian dan keamanan global,” ungkap Retno.
Kementerian Hukum dan HAM juga menyatakan akan meningkatkan pengawasan terhadap jalur masuk ilegal dan aktivitas WNA yang mencurigakan, khususnya di wilayah perbatasan dan daerah-daerah terpencil yang rawan dijadikan tempat persembunyian oleh jaringan teroris internasional.
Ancaman Digital: Propaganda ISIS Menyasar Asia Selatan Dan Tenggara
Ancaman Digital: Propaganda ISIS Menyasar Asia Selatan Dan Tenggara kembali membuka mata dunia terhadap meningkatnya ancaman digital dari kelompok teroris. ISIS, meskipun secara teritorial telah kehilangan sebagian besar basisnya di Timur Tengah, kini semakin aktif dalam melakukan operasi propaganda, rekrutmen, dan penggalangan dana melalui internet—terutama di wilayah Asia Selatan dan Tenggara.
Menurut laporan terbaru dari United Nations Counter-Terrorism Committee (UNCTC), Asia menjadi target baru ISIS karena jumlah populasi Muslim yang besar dan kemajuan teknologi informasi yang belum sepenuhnya dibarengi dengan regulasi pengawasan digital yang ketat. Kelompok ini memanfaatkan media sosial, forum gelap, dan aplikasi pesan terenkripsi untuk menyebarkan ideologi dan menghubungkan simpatisan lintas negara.
Kedua tersangka yang dideportasi dari Indonesia diketahui berperan sebagai “digital operative”, yaitu pelaksana teknis. Dalam memproduksi dan menyebarkan materi ekstremis dalam berbagai bahasa, termasuk Hindi, Urdu, dan Inggris. Mereka juga diduga mengelola akun-akun di Telegram dan dark web yang mengajarkan cara merakit bom serta menyerukan serangan lone wolf.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengakui bahwa tantangan utama saat ini adalah mencegah penyebaran ideologi radikal melalui ruang siber. Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol Ahmad Nurwahid, mengatakan bahwa pihaknya. Terus menggandeng komunitas digital, influencer, dan tokoh agama untuk menciptakan narasi tandingan.
“Radikalisasi hari ini tidak lagi terjadi di madrasah atau tempat ibadah semata. Internet telah menjadi medan perang utama. Karena itu, kerja sama lintas negara dan pelibatan masyarakat sipil adalah kunci,” ujar Nurwahid.
Sejumlah organisasi sipil di India dan Indonesia juga telah melaporkan lonjakan kasus remaja yang terpapar konten ekstremis dari media daring. Hal ini menuntut pendekatan yang lebih sistemik, termasuk penguatan literasi digital. Reformasi kurikulum, dan pemantauan aktivitas online oleh lembaga penegak hukum.
Respons Global: Indonesia Diapresiasi, Terorisme Internasional Butuh Kolaborasi
Respons Global: Indonesia Diapresiasi, Terorisme Internasional Butuh Kolaborasi dalam menangani kasus dua tersangka teroris ISIS. Asal India mendapat apresiasi dari berbagai pihak internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Interpol, dan negara-negara mitra dalam kerja sama kontra-terorisme global. Aksi ini dinilai mencerminkan komitmen Indonesia dalam menegakkan hukum internasional dan menjaga stabilitas keamanan kawasan.
Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stéphane Dujarric, dalam pernyataannya menyatakan bahwa kerja sama antarnegara. Dalam memberantas ekstremisme berbasis kekerasan adalah satu-satunya jalan untuk memutus jaringan global terorisme. “Kami menyambut baik kerja sama antara Indonesia dan India. Ini adalah contoh konkret bagaimana solidaritas regional bisa memberikan dampak nyata,” ujar Dujarric.
India sendiri mengapresiasi keterbukaan dan kecepatan pemerintah Indonesia dalam menindaklanjuti permintaan bantuan hukum internasional. Dalam pernyataan resminya, Kementerian Dalam Negeri India menyatakan bahwa informasi. Dan tindakan Indonesia akan mempercepat proses hukum di tanah air terhadap kedua tersangka.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan bahwa penanganan kasus ini menunjukkan pentingnya memperkuat diplomasi keamanan. “Terorisme adalah ancaman tanpa batas negara. Tidak ada satu pun negara yang bisa menangani sendiri. Karena itu, sistem kerja sama intelijen, perjanjian ekstradisi, dan pertukaran informasi harus terus diperkuat,” ungkapnya.
Indonesia juga diharapkan terus meningkatkan kapasitas intelijen dan kontrol perbatasan, terutama mengingat posisinya yang strategis di jalur pelayaran internasional. Selain itu, keberhasilan penanganan kasus ini dapat menjadi model bagi negara-negara ASEAN lain. Dalam menanggulangi infiltrasi jaringan teroris melalui jalur digital dan migrasi ilegal.
Ke depan, pemerintah Indonesia berencana memperkuat program deradikalisasi serta memperluas kerja sama dalam rangka menekan penyebaran ekstremisme lintas batas. Semua pihak menyadari bahwa perjuangan melawan terorisme bukan hanya soal menangkap pelaku, tetapi juga membangun ketahanan sosial. Ekonomi, dan budaya dari pengaruh ideologi kekerasan dari Indonesia Deportasi Dua Tersangka.