Intrauterine Device (IUD) Jenis KB Berbentuk Spiral
Intrauterine Device (IUD) Jenis KB Berbentuk Spiral

Intrauterine Device (IUD) Jenis KB Berbentuk Spiral

Intrauterine Device (IUD) Jenis KB Berbentuk Spiral

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Intrauterine Device (IUD) Jenis KB Berbentuk Spiral
Intrauterine Device (IUD) Jenis KB Berbentuk Spiral

Intrauterine Device (IUD) Adalah Salah Satu Kontrasepsi Yang Sangat Populer Karena Efektivitasnya Tinggi Dan Penggunaannya Jangka Panjang. Nah Intrauterine Device ini biasanya juga di kenal sebagai alat kontrasepsi berbentuk spiral. Alat kecilnya juga berbentuk huruf T yang biasanya terbuat dari plastik fleksibel dan di lapisi tembaga atau mengandung hormon progesteron. Alat inilah yang akan di masukkan ke dalam rahim oleh tenaga medis terlatih dengan tujuan mencegah kehamilan. Keunggulannya yaitu IUD dapat bertahan antara 3 hingga 10 tahun tergantung jenisnya tanpa perlu di ingat setiap hari seperti pil KB.

Kemudian untuk cara kerja IUD juga cukup sederhana tetapi efektif. Pada IUD tembaga, lapisan tembaga akan melepaskan ion yang bersifat toksik bagi sperma. Sehingga efeknya akan menghambat pergerakan dan kemampuan sperma membuahi sel telur. Sementara itu IUD hormonal bekerja dengan melepaskan hormon progesteron dalam jumlah kecil yang menebalkan lendir serviks. Nah nantinya sperma akan sulit masuk ke rahim sekaligus menipiskan lapisan endometrium agar tidak ideal untuk implantasi. Kedua jenis IUD ini memiliki tingkat efektivitas mencapai lebih dari 99%, menjadikannya salah satu pilihan kontrasepsi paling handal di dunia.

Jadi selain efektif juga memberikan kenyamanan karena tidak mengganggu aktivitas seksual dan tidak memerlukan perawatan harian. Tapi beberapa wanita mungkin mengalami efek sampingnya. Misalnya seperti kram, pendarahan lebih banyak pada awal pemasangan atau perubahan siklus menstruasi. Namun banyak yang merasa puas menggunakan IUD karena sifatnya yang jangka panjang, ekonomis dan dapat di lepas kapan saja jika ingin merencanakan kehamilan kembali. Karena itulah IUD spiral menjadi salah satu pilihan utama bagi pasangan yang menginginkan kontrasepsi praktis, aman dan tahan lama.

Bagaimana KB Intrauterine Device (IUD) Di Temukan

Selanjutnya adalah Bagaimana KB Intrauterine Device (IUD) Di Temukan. Ternyata sejarah di temukannya IUD berawal dari konsep sederhana yang telah ada sejak ribuan tahun lalu. Jejaknya menunjukkan bahwa pada zaman kuno para penggembala unta di Timur Tengah menggunakan benda kecil seperti batu atau logam yang di masukkan ke dalam rahim hewan betina untuk mencegah kehamilan saat perjalanan jauh. Jadi meskipun terdengar primitif, ide inilah yang menjadi awal dari pengembangan alat kontrasepsi modern berbasis intrauterin. Ide benda asing di dalam rahim dapat mencegah kehamilan ini pun kemudian menarik perhatian para ilmuwan medis pada abad ke-19.

Kemudian untuk perkembangan IUD modern di mulai pada awal abad ke-20. Tepatnya ketika seorang dokter asal Jerman, Dr. Richard Richter pada tahun 1909 memperkenalkan alat kontrasepsi intrauterin. Alat yang di ciptakan dokter tersebut terbuat dari benang sutra yang di masukkan ke dalam rahim. Ide ini kemudian di sempurnakan oleh dokter lainnya, Dr. Ernst Gräfenberg, pada tahun 1920-an. Ia menciptakan perangkat yang di kenal sebagai Gräfenberg Ring yang terbuat dari campuran perak dan tembaga yang kemudian terbukti efektif dalam mencegah kehamilan. Penemuan inilah yang menjadi titik penting dalam sejarah kontrasepsi modern meskipun pada masa itu masih menimbulkan perdebatan etika dan medis.

Lalu pada pertengahan abad ke-20 IUD terus di kembangkan dengan bahan yang lebih aman dan bentuk yang lebih praktis. Bentuk spiral T yang kita kenal sekarang pertama kali muncul pada tahun 1960-an dengan bahan plastik fleksibel. Setelah itu di lengkapi dengan lapisan tembaga atau hormon untuk meningkatkan efektivitas. Seiring waktu IUD mendapatkan pengakuan luas dari dunia medis sebagai salah satu metode kontrasepsi paling efektif dan jangka panjang. Penemuan ini akhirnya memberikan solusi penting bagi keluarga di seluruh dunia dalam merencanakan kehamilan secara lebih modern, aman dan terkontrol.

Efek Samping Penggunaannya

Di balik penggunaannya yang memang di kenal sangat efektif dalam mencegah kehamilan pastinya juga memiliki efek samping tertentu. Nah salah satu Efek Samping Penggunaannya yang sering di alami adalah perubahan pada siklus menstruasi. Pada beberapa wanita, penggunaan IUD dapat menyebabkan perdarahan lebih banyak, nyeri haid yang lebih kuat atau munculnya bercak di luar siklus. Kondisi ini biasanya lebih sering terjadi pada bulan-bulan awal setelah pemasangan dan cenderung membaik seiring waktu.

Selain itu efek samping yang mungkin di rasakan adalah ketidaknyamanan atau kram pada bagian perut bawah. Hal ini terjadi karena tubuh sedang beradaptasi dengan adanya benda asing di dalam rahim. Dalam kasus tertentu IUD bisa bergeser dari posisi semula atau bahkan keluar dengan sendirinya meski kejadian ini relatif jarang. Bahkan risiko infeksi karena penggunaannya juga ada. Terutama dalam beberapa minggu pertama setelah pemasangan jika prosedur tidak di lakukan secara higienis. Oleh karena itu pemasangannya harus di lakukan oleh tenaga medis yang berkompeten.

Lalu efek samping jangka panjangnya juga perlu menjadi pertimbangkan. Beberapa wanita yang menggunakan IUD berbasis tembaga mungkin mengalami anemia akibat perdarahan yang lebih berat. Sedangkan pada IUD hormonal efek seperti sakit kepala, perubahan suasana hati, atau jerawat bisa muncul akibat pengaruh hormon. Walau begitu sebagian besar efek samping ini dapat di tangani dengan pemantauan rutin dan konsultasi dengan dokter. Jadi secara keseluruhan manfaatnya dalam hal efektivitas jangka panjang membuatnya tetap menjadi pilihan populer bagi banyak wanita.

Mengurangi Efek Samping Penggunaan IUD

Selanjutnya untuk Mengurangi Efek Samping Penggunaan IUD dapat di lakukan dengan langkah-langkah sederhana namun penting. Nah pada bulan-bulan awal setelah pemasangan biasanya terjadi perdarahan berlebih atau nyeri perut yang sering muncul. Untuk mengatasinya dokter biasanya menyarankan penggunaan obat pereda nyeri ringan atau suplemen zat besi jika terjadi perdarahan yang cukup banyak. Pemantauan siklus menstruasi juga perlu di lakukan agar perubahan yang terjadi bisa di catat dan di konsultasikan bila di rasa berlebihan.

Selain itu menjaga kebersihan area kewanitaan sangat penting untuk mengurangi risiko infeksi pasca pemasangan IUD. Di sarankan untuk menghindari penggunaan sabun berpewangi yang dapat mengganggu keseimbangan flora alami. Jadi berhubungan seksual sebaiknya di lakukan setelah kondisi rahim pulih. Biasanya beberapa hari setelah pemasangan, agar tidak memicu iritasi atau infeksi. Jika muncul tanda-tanda tidak normal seperti demam, nyeri hebat atau keputihan berbau maka segera lakukan pemeriksaan medis.

Kemudian konsultasi rutin dengan tenaga medis juga menjadi kunci untuk memastikan IUD tetap berada pada posisi yang tepat. Tentunya agar letaknya tidak menimbulkan komplikasi. Karena itu pemeriksaan berkala biasanya di lakukan satu bulan setelah pemasangan lalu setiap enam bulan hingga satu tahun sekali. Dengan langkah-langkah maka ini efek samping yang mungkin timbul dapat di minimalkan. Sehingga manfaatnya sebagai kontrasepsi jangka panjang bisa di rasakan secara maksimal tanpa mengganggu kesehatan tubuh secara keseluruhan. Jadi sekianlah pembahasan kali ini mengenai penggunaan alat kontrasepsi jenis IUD atau Intrauterine Device.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait